Teori Fobia Sosial

Sosial fobia (social phobia) atau dikenal juga dengan istilah social anxiety disorder (SAD) merupakan gangguan kecemasan secara menyeluruh yang ditandai dengan beberapa simtom tertentu.
Pembagian Gangguan kecemasan:
(1) Gangguan panik tanpa agoraphobia
(2) Gangguan panik dengan agoraphobia
(3) agoraphobia tanpa riwayat gangguan panic
(4) Phobia spesifik
(5) Phobia social
(6) Gangguan obsesif-kompulsif
(7) Gangguan stres pasca traumatic
(8) Gangguan stres akut
(9) Gangguan kecemasan umum
(10) Gangguan kecemasan umum disebabkan kondisi medis umum
(11) Gangguan yang dihubungkan dengan penggunaan zat
(12) Gangguan kecemasan yang tidak terindentfikasi


Simtom;
1) Fisik
- Gemetar pada tangan dan kaki, seperti tremor ketika kecemasan meningkat yang juga disertai gemetar pada saat berbicara
- Berkeringat terutama pada tangan
- Rasa cemas secara berlebihan yang ditandai dengan adanya serangan panic
- Meningkat ketegangan pada otot, ditandai mudah pegal
- Ingin buang air kecil dalam waktu singkat
- Sering sakit kepala
- Insomnia
- Mudah merasa lelah
- Rasa sesak di dada
- Pusing
2) Kognitif
- Rasa takut terhadap penilaian orang lain, takut dikritik
- Selalu berpikir negatif, beranggapan bahwa orang lain menilai buruk tentang dirinya
- Kesulitan menemukan ide-ide baru dan cenderung tidak mampu berpikir secara jernih terhadap permasalahan yang dihadapinya.
- Mengisolasi diri
- Merasa dirinya lemah, bodoh dan selalu merasa khawatir
- Merasa dirinya selalu dilihat oleh orang lain
- Rasa takut untuk melihat atau bertemu orang asing
- Merasa dirinya tidak mampu berkompetisi dan berperilaku sebagaimana orang lainnya.
- Menghindari kerumunan atau kumpulan orang ramai/keramaian tertentu saja (secara diagnostik harus dipisahkan kecenderungan dari simtom agoraphobia)
- Ketakutan untuk tampil di depan orang lain atau public
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSMIII), sosial fobia ditandai dengan ciri utama ketakutan yang sifatnya menetap, irasional, yang memaksakan individu menghindari situasi-situasi yang membuat individu tersebut merasa malu diperhatikan oleh orang lain. Pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM IV) pada gangguan ini ditekankan pada rasa ketakutan tersebut secara berlebihan dan dengan alasan tidak masuk akal.
Penderita sosial fobia menunjukkan pelbagai perilaku tertentu seperti rasa takut berbicara di depan umum, makan ditempat umum, buang air kecil di toilet umum, atau berbicara sepatah kata pada situasi sosial tertentu, takut menulis sesuatu hal yang dapat dibaca oleh publik (Artinya, mereka lebih suka menyembunyikan tulisan-tulisannya dengan menyembunyikan identitas penulis, biodata dan sebagainya). Pada situasi yang menakutkan bagi dirinya, penderita SAD sering menyalahkan dirinya sendiri, seiring meningkatnya kecemasan juga terjadinya perubahan warna kulit yang memerah, berkeringat dan gemetar.
Kemunculan SAD diduga berawal dari beberapa kondisi dari permasalahan dalam dunia kerja; dimana individu terjebak dalam pekerjaan yang berat -menyulitkan dirinya, ketergantungan atau penyalahgunaan pada obat-obatan, alkoholik dan depresi. (Barlow, DiNardo, Vermilyea dan Blanchard, 1986; Bowen, Cipywnyk, D’Arcy and Keegan, 1984)
Treatment
Penderita sosial fobia dapat kembali menjadi normal setelah menjalan terapi secara rutin yang tidak terputus.Penderita sosial fobia atau SAD harus menjalani test diagnostik terlebih dahulu untuk menentukan diagnosa awal, dengan melihat skor yang diperoleh dari Clinical Global Impression Scale (CGI), Fear of Negative Evaluation Scale, atau Social Avoidance and Distress Scale. Sementara dalam psikofarmakologi, treatment utama yang digunakan adalah Selective Serotonin-Reuptake Inhibitors (SSRIs) jenis paroxetine (paxil), benzodiazepines, fluoxetine (prozac), sertraline (zoloft), dsb dianggap treatment paling manjur yang tidak berbahaya pada pasien. Sekitar 80% pasien SAD dapat kembali normal karena menjalani terapi secara rutin tanpa jeda waktu.
Treatment di dalam terapi diberikan untuk penderita SAD yang paling sering dikenalkan adalah cognitive-behavioural therapy. Dalam terapi yang dilakukan pleh psikolog, cognitive-behavioural therapy pasien diberikan: ketrampilan bersosialisasi (social skills training) yang dapat dilakukan secara berkelompok atau group (self-help group), latihan dalam mengekspresikan rasa cemas secara tepat dan bagaimana mengontrolnya (exposure techniques), mengubah cara berpikir yang salah (cognitive restructuring techniques) dan teknik kombinasi exposure-cognitive restructuring. Disamping itu juga diperkenalkan meditasi untuk mengurangi ketegangan otot (relaksasi) dan teknik copying.
Beberapa keuntungan yang semestinya dapat diperoleh dalam terapi:
(1) Pasien dapat mengetahui bahwa dirinya bukan sendiri yang mengalami masalah tersebut dan ia mendapatkan support dari konselor atau orang-orang terdekatnya.
(2) Pasien menjadi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain dalam menghadapi masalah termasuk konselor, terapis atau psikolog/psikiater.
(3) Pasien haruslah mempunyai komitmen untuk berubah pada dirinya sendiri dan terhadap kelompok (group) terapinya
(4) Pasien haruslah mempunyai motivasi dalam penyembuhan dengan menggunakan metode terapi
(5) Adanya beragam kondisi sosial tertentu di dalam masyarakat yang ikut membantu dalam penyembuhan yang dapat memberikan manfaat di dalam proses terapi
(6) Pasien dapat merasakan kecemasannya sendiri sebagai sesuatu hal yang normal pada situasi tertentu (pada saat tertentu orang normal juga dihadapkan pada situasi sosial yang memberikannya rasa cemas)
Psikiatris juga menggunakan obat-obatan dalam memberikan treatment (disamping secara psikologis tentunya) berupa prozac dan seroxat, dan juga trankimazin, rivotril, lexatin, tenormin, dan sebagainya yang diyakini dapat mempengaruhi kerja sistem syaraf pusat (central nervous system; CNS) secara langsung dan efektif mengurangi tingkat kecemasan pasien.
Website pikirdong hanya memberikan informasi semata mengenai beberapa simtom, artikel psikologi, kesehatan, termasuk kemungkinan di dalamnya tersebut nama-nama alat test psikologi atau obat-obatan.Artikel ini tidak boleh dijadikan sebagai rujukan atau acuan untuk diagnosa ke dokter.Perbedaan diagnosa dan informasi yang Anda peroleh selama perawatan tanyakanlah pada mereka yang berkompeten dibidangnya. Janganlah ragu apa yang mereka katakan bila berbeda dengan informasi yang kami sampaikan. Tanyakanlah informasi secara jelas pada mereka yang telah terjun secara profesional dibidangnya.